Selasa, 24 April 2012 0 komentar

Kepada Pembawa Rindu Dari Surga


Malam tidur dengan matahari yang pudar
Sandarkan hijab-Mu dalam batas cakrawala senja
Hujan merintih dalam hati
Genangi tiap deguban nadi yang bertasbih
Langkahnya mencari jejak-jejak yang disafaati
Illahi dan Rasulnya
Tasbih melangkah disetiap sela-sela jarinya
Sebutir cinta tertumpah
Asma-Mu lirih lemah bertahta renyah
Demi kerinduan yang membakar hati
Demi cintanya yang meraja jiwa
Demi kasihnya yang bergema dalam masa
Demi kepada pembawa rindu dari surga
Segalanya menyapa
Angin yang merintih
Malam yang wajahnya tinggal setengah luka
Matahari yang tertanggal jejak-jejaknya
Memberi makna tentang kerinduan
Pada-Mu pembawa rindu dari surga !
0 komentar

Samakah Nyanyianku ?


Ku tuang
Cintaku yang menetes dari hati dan air mata
Terkumpul . . . Kujadikan tinta untuk menulis sajak ini
Berharap . . . Nanti kan menjadi sebait nyanyian atau berbait senandung
Yang takkan pernah usai. . . memuji dan menghiba . . .
. . . Sampai Kau ulurkan tangan cinta-Mu
Dan . . . kemudian, ku senandungkan . . .
Dengan rasa yang teriris . . .
Semua cinta dan rindu ku yang menganak sungai
Mengalir dari kaki gunung, kelembah-lembah
Melewati bebatuan, tumbuh-tumbuhan . . .
Mengerus tepian hati, berpelukan bergamot jemari
Menuju muara cinta, . . . Dalam nyanyianku ini
Agar ritme dan harmoninya melayani angin menuju . . .
Samudera kasih-Mu.
Namun . . .
Rindu, cinta yang mewujud dalam nyanyian yang senantiasa ku senandungkan . . .
Malah sering membuatku ragu, . . .
Apakah ia punya ritme yang sama ?
Apakah ia punya harmoni yang sama ?
Dengan nyanyian Abadi-Mu
(ataukah hanya jadi suara latar yang sumbang, dan bahkan mengganggu syahnya nyanyian-Mu)
0 komentar

Ibu . . . Aku Pun Takut


Seuntai tasbih pemberianku
Memudar butirnya dalam rengkuh jemari ibu
Keriput kulit coklat tuanya
Lukiskan usia yang merangkak senja
Mata ibu menerangkan gulana
Teringat akan masa yang terus menua
Ibu tak takut kematian
Ia hanya gulana akan sosok israil dalam buaian
Akankah datang dengan seuntai senyuman
Atau dalam sesosok seram
Ibu . . .
Aku teramat lebih merasa takut dari padamu
Engkau telah hadirkan dunia ini mujahid-mujahidah sejati
Kau limpahi kasih tak bertepi
Kau hujani sabarnya senyum sepanjang hari
Ibu . . .
Kau bukakan mata kami kemuliaan Allah
Terangi kami akan indahnya ibadah
Hadapkan kami tuk raih hidayah
Tapi kenapa ibu harus resah . . .
Timbangan amalku tiada berkadar, Ibu . . .
Seandainya esok israil datang padaku . . . .
Ibu . . . Aku takut . . .
Akupun takut . . .
0 komentar

Engkau Yang Kulupakan


Dalam hening malam ku bertasbih
Diatas lingkaran bola api dosa
Yang merajam hati
Kurajut shubuh dengan seuntai do’a pertobatan
Dalam hening malam ku bersujud
Diantara keangkuhan hati
Yang merobek imanku pada-Mu
Kukayuh fajar dengan kebeningan jiwa
Ditengah bisikan syaitan yang memekakkan
Kubalut diri dengan sucinya wudhu
Kuhiasi jiwa dengan indahnya Qalam-Mu
Yang selama ini ku tanggalkan
Sebagai penghias rumahku
Yang selama ini ku lupakan
Ya Allah . . .
Ampuni dosaku selama ini yang telah melupakan-Mu
Yang meninggalkan ayat-ayat-Mu
Ya Allah . . .
Kini ku eja kembali ayat demi ayat dari Qalam-Mu
Yang selama ini ku lupakan
Hingga ku temukan surya menyapa shubuhnya hati
Mengisi kehampaan sanubari selama ini
Ampunilah dosaku, Ya . . . Allah
Ampuni . . .
Ampunilah dosa-dosaku . . .
0 komentar

Sembilan


Deret yang beraturan
Sadarkah kita ?
Kuasa yang tertinggi
Berkurang delapan
Panjatan kepastian
Berkurang tujuh
Perkara abadi
Berkurang enam
Hak disaat berpulang
Berkurang lima
Susunan tangga cahaya
Berkurang empat
Tingkatan derajat keyakinan
Berkurang tiga
Pondasi nirvana
Berkurang dua
Perkara bagi umat
Berkurang satu
Semuanya berderet
Namun deretan tidak untuk semua
Bersandinglah awal-awal yang sama
Kumpulan cahaya yang mengagumkan, menentramkan
Dan menyesakan jiwa yang fana
0 komentar

Pemuja-Mu


Ragaku ini mengandung banyak debu
Jiwaku ini mengandung hati yang kelabu
Aku bercermin dan bertanya
Apakah dulu aku pernah disampingmu ?
Sekali lagi aku bertanya
Siapa aku ? hamba-Mu ?
Aku sadar telah bertanya pada Zat yang aku tak kenal
Zat yang belum pernah aku lihat
Zat yang belum pernah aku sentuh
Tapi . . . perasaan apa ini ?
Takut . . . aku sangat takut
Ragaku bergetar, jiwaku berguncang
Ketika nama-Mu kudengar
Keagungan-Mu dapat aku rasakan
Takkan ada perumpamaan yang mampu melukiskannya
Karunia dan anugerah-Mu dapat aku rasakan
Takkan ada hal apapun yang mampu melebihinya
Dengan apa aku dapat membalasnya ?
Semua yang ada padaku adalah milik-Mu
Aku adalah setitik tinta yang ingin bergerak
Tapi aku tak kuasa melakukannya
Semua itu diluar batasku
Semua sujudku milik-Mu
Semua tangisanku untuk-Mu
Dalam hatiku, belum pantas aku memohon kepada-Mu
Aku adalah hamba-Mu, aku adalah seseorang, yaitu . . .
Pemuja-Mu . . .
0 komentar

Langit Bertiang


Berawal dengan ketetapan hati yang pasti
Temukan cahaya dalam kegelapan benak !
Ciptakan pejaman mata yang terang !
Berdirilah dengan kokoh dan lantangkan !
Suara yang membuat bergetar hebat
Kita ini kecil !
Dunia ini kecil !
Pandanglah awal dari kamu diciptakan
Membungkuklah karena kita lemah
Tenangkan dan pastikan hati
Berdirilah dengan kokoh karena kita kuat
Bersipuh dan menangislah karena kita sangat lemah
Duduk dan memohonlah karena kita tegar
Banjiri awal dari kamu diciptakan
Mohon dan tunjuklah yang menguasaimu
Menunduklah !
Jangan robohkan tiangmu !
Karena itulah kehancuranmu
Bangunlah tiangmu menuju langit !
Karena nirvana itu melebihi langit

0 komentar

Ha dan Ah


HAAAAAAA
HAAAHAAA
HAAHAHAA
HAHAHAHA
AHAHAHAH
AAHAHAAH
AAAHAAAH
AAAAAAAH
0 komentar

Bundaku (Musikalisasi)


Memelukmu . . . hal yang paling ku inginkan saat ini
Disampingmu adalah hal tersulit bagiku
Ragaku dan ragamu terpisah oleh lantunan diksi yang ada
Jiwaku dan jiwamu dalam jebakan indahnya masa lalu
Bunda . . .
Kini diriku telah dewasa
Terpisah ruang dan waktu
Sentuhan awan lembut berbisik syahdu
Membangunkan jiwa yang rindu
Saat ku berpijak hingga ku beranjak
Setiap anganku tak pernah lepas dari indahnya senyumu
Dimana arahku ?
Apakah tertutup oleh butiran debu yang kelabu ?
Langkah-langkah tak bertepi
Layaknya angan yang terkurung dalam pelangi
Bunda  . . .
Petuah darimu adalah nada yang merdu
Amarahmu adalah cinta untuku
Aku sungguh merindukanmu
Ini hanya sebuah penentianku
Apakah kau sedang melihatku ?
Aku bacakan serangkaian bait ini untukmu
Walaupun tak seindah ayat-ayat suci itu
Lantunan do’a dalam tahajudku selalu terhiasi olemu
0 komentar

(Bunda) Musikalisasi Puisi


Bunda lihatlah diriku
Kini ku telah dewasa
Bunda kurindukanmu
Temani kesepian rasa
                Sentuhan itu berbisik syahdu
Bangunkan jiwaku yang rindu
Lantunan diksi memisahkan raga
Masa lalu membelenggu jiwa
Bunda lihatlah diriku
Kaulah disetiap anganku
Bunda kini ku berpijak
Awalku untuk beranjak
Memelukmu itu yang ku mau
Disampingmu hal tersulit bagiku
Semua langkahku tak bertepi
Layaknya angan terkurung pelangi
Dimana semua arahku ?
Apakah tertutup butiran debu ?
Aku sungguh rindukanmu
Itulah penentianku
Petuahmu nada yang merdu
Amarahmu cinta untuku
Walaupun tak seindah ayat suci itu
Do’a tahajudku milikmu
 
;