Ku tuang
Cintaku yang menetes
dari hati dan air mata
Terkumpul . . .
Kujadikan tinta untuk menulis sajak ini
Berharap . . . Nanti
kan menjadi sebait nyanyian atau berbait senandung
Yang takkan pernah
usai. . . memuji dan menghiba . . .
. . . Sampai Kau
ulurkan tangan cinta-Mu
Dan . . . kemudian,
ku senandungkan . . .
Dengan rasa yang
teriris . . .
Semua cinta dan rindu
ku yang menganak sungai
Mengalir dari kaki
gunung, kelembah-lembah
Melewati bebatuan,
tumbuh-tumbuhan . . .
Mengerus tepian hati,
berpelukan bergamot jemari
Menuju muara cinta, .
. . Dalam nyanyianku ini
Agar ritme dan
harmoninya melayani angin menuju . . .
Samudera kasih-Mu.
Namun . . .
Rindu, cinta yang
mewujud dalam nyanyian yang senantiasa ku senandungkan . . .
Malah sering
membuatku ragu, . . .
Apakah ia punya ritme
yang sama ?
Apakah ia punya
harmoni yang sama ?
Dengan nyanyian
Abadi-Mu
(ataukah hanya jadi
suara latar yang sumbang, dan bahkan mengganggu syahnya nyanyian-Mu)
0 komentar:
Posting Komentar